December 9, 2008

Indahnya Menggenapkan Sebagian Diin Lewat Pernikahan dan Jalan Taqwa…

Posted in Tentang Pasangan dan Pernikahan at 12:27 am by kuswandani

Mari kita awali perenungan berikutnya dengan bersama-sama mencoba memaknai sejauh mana keindahan sebuah pernikahan? Apa yang melatarbelakangi ungkapan agung Baginda Mulia Muhammad Saw sebagaimana telah diungkapkan penulis pada awal tulisan ini, dimana menikahnya seseorang membuat dia telah berhasil mendapatkan sebagian dari diin-nya, lalu dengan jalan takwa lah seorang manusia akan memperoleh penggenapan ad-diin-nya ?

Dibutuhkan sebuah pemaknaan mendalam dari agungnya sebuah pernikahan. Dibutuhkan sebuah keasadaran baru tentang tingginya nilai pernikahan itu sendiri, apa yang membuat syariat yang Nabi Muhammad jalankan ini menjadi perkara sangat penting dan sangat berharga sekali, hingga di saat lain Rasulullah pernah mengungkapkan bahwa ikatan perjanjian yang terkuat setelah perjanjian antara Nabi dengan Allah adalah ikatan perjanjian akad pernikahan!

Mari sejenak kita merenungi ungkapan Maulana Rumi, sang waliyullah tentang hikmah sebuah pernikahan…

Rumi berkata: Siang dan malam engkau senantiasa berperang berupaya mengubah akhlak lawan jenismu, untuk membersihkan ketidaksucian mereka dan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan mereka.

Sungguh! Lebih baik mensucikan dirimu sendiri melalui mereka daripada mensucikan mereka melalui dirimu sendiri. Ubahlah dirimu sendiri melalui mereka. Temuilah kepada mereka dan terimalah apa saja yang mereka katakan, walaupun dari sudut pandangmu ucapan mereka itu terdengar aneh dan tidak adil.

Pada hakikatnya dari persoalan inilah, Muhammad Saw. Berkata, “Tidak ada kerahiban dalam Islam.”

Jalan para rahib adalah kesendirian, tinggal di pegunungan, melatih hidup tanpa perempuan dan berpaling dari dunia. Allah menunjukkan jalan yang lurus dan tersembunyi kepada Sang Nabi. Jalan apakah itu? Pernikahan! Agar kita dapat menanggung ujian kehidupan bersama dengan lawan jenis. Mendengarkan tuntutan-tuntutan mereka, agar mereka memperlaku-kan kita dengan keras, dan dengan cara demikian memperhalus akhlak kita.

Menanggung dan menahan penindasan dari pasanganmu itu bagaikan engkau menggosokkan ketidak murnianmu kepada mereka. Akhlakmu menjadi baik melalui kesabaran; Sementara akhlak mereka menjadi buruk melalui pendominasian dan agresi mereka. Jika engkau telah menyadari telah ini, buatlah dirimu bersih. Ketahuilah bahwa mereka itu bagaikan pakaian;

Di dalamnya engkau dapat membersihkan ketidakmurnianmu dan engkau sendiri menjadi bersih.

Singkirkan dari dirimu kebanggan, iri, dan dengki sampai engkau alami kesenangan dalam perjuangan dan penderitaanmu. Melalui tuntutan-tuntutan mereka temukanlah kegembiraan ruhaniah, setelah itu engkau akan tahan terhadap penderitaan semacam itu, dan engkau tidak akan berlalu dari penindasan, karena engkau melihat keuntungan yang mereka berikan.

Diriwayatkan bahwa suatu malam Nabi Muhammad Saw. Dan para sahabatnya kembali dari suatu ekspedisi. Beliau menyuruh mereka memukul genderang, seraya berkata, “Kita akan berkemah di gerbang kota, dan memasuki esok hari.” Mereka bertanya, “Wahai Rasul Allah, mengapa kita tidak langsung saja kembali ke rumah masing-masing?”

Beliau Saw. Menjawab, “Bisa jadi engkau akan menemui istrimu di ranjang bersama lelaki lain. Engkau akan terluka dan kegaduhan akan timbul.” Salah seorang sahabat tidak mendengar ini, dia masuk kota dan mendapati istrinya bersama dengan orang lain.

Jalan dari Sang Nabi adalah seperti ini; Menganggung kesedihan itu perlu untuk membantu kita membuang egoisme, kecemburuan dan kebanggaan.

Menahan sakit dari keinginan-keinginan berlebihan dari pasangan kita, sakitnya beban ketidak adilah, dan ratusan ribu macam sakit lainnya yang tidak terbatas, agar jalan ruhaniah dapat menjadi jelas.

Jalan dari Nabi Isa a.s. adalah bergulat dengan kesepian dan tidak meladeni syahwat. Jalan Muhammad adalah dengan menanggung penindasan dan kesakitan yang ditimbulkan oleh lelaki dan perempuan satu sama lain.

Jika engkau tidak dapat menempuh jalan Muhammad, setidaknya tempuhlah jalan Isa, sehingga dengan demikian engkau tidak sepenuhnya berada di luar jalan ruhaniah. Jika engkau mempunyai ketenangan untuk menanggung seratus hantaman, dengan memandang buah dan panen yang lahir melalui mereka, atau jika engkau diam-diam meyakini di dalam kalbumu,

“Walaupun saat ini aku tidak melihat hasil panen dari penderitaan ini, pada akhirnya aku akan meraih harta karun.” Bahwa engkau akan meraih harta karun, benar; dan yang jauh lebih berlimpah dibandingkan dengan yang pernah engkau inginkan dan harapkan.

Jika sekarang ini, kata-kata di atas tidak berpengaruh kepadamu, nanti, jika engkau tumbuh lebih dewasa, mereka akan meninggalkan kesan yang

mendalam. Inilah bedanya antara bercakap-cakap dengan pasangan, dan dengan seorang sahabat.

Ketika engkau berkata-kata kepada pasanganmu, mereka tetap saja seperti semula dan tidak akan mengubah cara-cara mereka karena apa yang engkau katakan.

Kata-katamu tidak akan sedikitpun mempengaruhi mereka, bahkan membuat mereka semakin kukuh. Contohnya, ambillah dan genggamlah sepotong roti, dan jangan berikan kepada orang lain, sambil mengatakan, “Aku tidak akan memberikannya kepada siapa pun.

Jangankan memberikannya, aku bahkan tidak akan memperlihatkannnya.” Katakanlah jika roti itu kemudian telah dibuang dan anjing-anjing tidak akan mau memakannya, karena, -katakanlah roti di tempatmu demikian berlimpah dan murah- akan tetapi ketika engkau mulai menolak memberikannya, semua orang akan bersikeras, sambil memohon dan mengeluh. “Kami ingin melihat roti itu yang engkau tahan dan simpan.” Terlebih-lebih jika engkau menyimpannya selama setahun, seraya bersikeras bahwa engkau tidak akan memberikannya atau memperlihatkannya, maka ketertarikan mereka tidaklah berhingga, karena, “Semakin seseorang dilarang, semakin ingin ia melanggarnya.”

Semakin sering engkau mengatakan kepada pasanganmu, “Jagalah dirimu agar tetap bersembunyi, semakin besar keinginan mereka mempertontonkan diri. Dan dengan tersembunyinya mereka, semakin bertambah keinginan lawan jenis kepada mereka. Demikianlah, engkau terjepit di tengah-tengah, meningkatkan keininan kedua belah pihak; sementara itu engkau menganggap dirimu sendiri seorang yang memperbaiki orang lain!

Demikian uraian indah bagaimana Maulana Rumi mendeskripsikan nilai agung sebuah pernikahan. Dengan jalan pernikahan, maka akan dirasakan sebuah kehidupan penuh dengan tantangan dan ujian. Ketika menikah, maka setiap diri akan semakin banyak menemukan pengetahuan tentang dirinya, karena itu, alangkah bijaknya seandainya setiap diri senantiasa melihat pasangan itu sebagai cermin yang akan memantulkan kualitas diri masing-masing. Ketika seseorang melihat sebuah cermin dan dikenali kemudian sekian kekurangan yang ada dibalik pantulan cermin itu, maka yakinilah bahwa itulah kekurangan yang melekat dalam diri kita.

Ketika kita menemukan kekurangannya tersebut maka akan lebih agung apabila bahtera rumahtangga itu disibukkan oleh upaya perbaikan diri masing-masing, sebelum setiap diri melihat dan menyibukkan diri dengan kekurangan pasangannya…

Dan akhirnya kembali kepada pembahasan dari bab sebelumnya, bahwa jalan pernikahan adalah sebuah jalan yang luhur dimana setiap diri akan setiap saat menemukan kualitas dirinya masing-masing. Setiap diri akan berjalan berproses mengenali diri masing-masing, dengan demikian ketika sebuah kesadaran akan kelemahan diri itu hadir, maka semoga yang terbersit pada langkah berikutnya adalah sebuah rasa diri yang lemah yang membutuhkan Dzat Yang Mahakuat.

Akan lahir sebuah kesadaran diri yang penuh ketergelinciran dan kemudian hadir pula sebuah rasa butuh akan bimbingan Allah, diri yang sering terjatuh, maka tumbuhlah rasa butuh akan pengayoman-Nya. Seperti inilah jalan takwa yang penulis pahami… Lewat pernikahan, diri akan dikenali semakin dalam, dan lewat pernikahan pula, proses membangun diri mengenali diri demi pengenalan Ilahi pun terbangun secara perlahan.

Namun sebaliknya apabila orientasi pernikahan hanya ditujukan agar seseorang mendapatkan kenikmatan, kesenangan dunia, kebanggaan diri, keangkuhan atas kesempurnaan dirinya, dan semakin sulit pula buat orang tersebut untuk dapat mengenali kekurangan dirinya… maka tunggulah kehancuran demi kehancuran.. akan tenggelam bahtera rumah tangga itu di kedalaman sangat jauh dari kehidupan dunia yang sangat kompleks ini. Ditenggelamkan dan dihempas semakin jauh ke dasar laut, hingga penderitaan demi penderitaan pun tercipta secara perlahan tapi pasti. Itulah neraka dunia yang dibangun di atas dasar pernikahan yang hampa.

6 Comments »

  1. akbar said,

    Assalamu Alaikum.
    Bahasannya sangat dalam, mudah-mudahan akan jadi sebuah pemahaman buat kami. Oh ya.. menikah itukan sebahagian dari iman, lalu kenapa diantara yang melakukannya menikah itu diisinya dengan keributan, pertengkaran dllnya. Menikahnya jadi petaka. Kenapa ya…., pa bukan jodoh?

  2. kuswandani said,

    banyak faktornya…. sangat mungkin keributan yang timbul itu karena Allah menghendaki keduabelahpihak memahami kekurangan masing-masing.. dibalik keributan atau perbedaan pendapat asalkan kedua belah pihak sama-sama beritikad baik… tentu tujuannya agar keduanya sadar… bahwa dalam dirinya masih tersimpan sekian banyak ego….tulisan Rumi di atas menjelaskan bahwa ketika ada keributan bisa saja itu merupakan proses penghalusan hati….

    tapi lain lagi kalau itikadnya memang sama2 saling ingn mengalahkan, ingin menundukkan pasangannya, ingin menguasai…. wah kalau itumah berarti memang bencana….

    dan bisa saja karena ketidak berjodohannya membuat keduanya sulit untuk membangun kesatuan puzzle…. untuk itulah.. betapa agungnya kalau kedua belah pihak selalu menyertakan Allah dan memohon kepada-Nya untuk bisa menunjukkinya dan menyatukannya….

    wallahu a’lam…
    silakan diskusi berlanjut kalau masih ada pertanyaan lain…

  3. akbar said,

    Assalamu Alaikum.
    Terimakasih. Seseorang yang belum menikah kemudian mencari pasangan hidupnya. Apa ada tanda-tandanya bahwa inilah jodoh saya, pasangan jiwa saya.

  4. kuswandani said,

    karena yang mengatur urusan kesepadanan diri dengan pasangan, apa yang kurang dalam diri kemudian dilengkapi oleh sang pasangan, itu semua adalah dalam hak penuh Allah Azza wa Jalla… maka Dia pula yang kelak akan mengabari kita dengan cara-Nya yang khusus tentang siapa pasangan kita sebenarnya… untuk itulah shalat istikharah, dan shalat lagi, dan shalat lagi sampai datang sebuah keyakinan bahwa dialah orang yang Allah hadirkan sebagai bagian hidup kita…. kalau perlu libatkan orang tua juga untuk turut istikharah buat anaknya, libatkan guru-guru yang kita yakini tingkat keshalihannya lebih tinggi untuk dimintai bantuannya dalam mengikhtiarkan lewat istikharah juga… Insya Allah…Dia Yang Maha Membuka jalan niscaya akan memberi jawabannya.
    wallahu a’lam

  5. kuswandi said,

    ass wr wb, pa dani ijinkan saya ngeprint materi ini untuk sepupuku yg belum nikah

  6. mangga silakan semoga manfaat….


Leave a reply to kuswandani Cancel reply