July 16, 2008

Hati Sebagai Perangkat Mengenal Pengetahuan yang Haq dan Hikmah

Posted in Mengaji Diri...Tentang Hati Nurani at 2:12 am by kuswandani

Semakin kita mengenal perangkat yang sangat menakjubkan ini, semakin membuat kita sadar betapa Rahmat Allah meliputi segala sesuatu.

Rahmat-Nya yang kemudian menjadikan setiap manusia memiliki kedudukan yang berada di atas kedudukan makhluk semesta mana pun juga, dan tentunya kemuliaan ini yang kemudian menuntut setiap manusia itu sendiri membangun rasa syukurnya dengan berjuang memanfaatkan perangkat ini terutama perangkat hati sebagai alat untuk mengenal pengetahuan yang Haq dan hikmah.

Kita semua telah paham betapa masyarakat modern sekarang telah mengalami sebuah kondisi yang terus berkembang pesat terutama mengenai pesatnya ilmu pengetahuan yang semakin kompleks semakin rumit, demikian pula kompleksitas dan kerumitan memasuki area pengetahuan agama.

Setiap orang senantiasa menemukan hal yang baru dalam kehidupan keberagamaannya walaupun keberagamaan seseorang sebenarnya tidak terlepas jauh dari kehidupannya itu sendiri. Tanpa disadari oleh kebanyakan orang, keberagamaan seseorang itu sebenarnya diukur oleh apa yang melatarbelakangi kehidupan kesehariannya, karena memang demikia adanya bagaimana Rasulullah telah merintis itu semua pada awal pembentukan generasi Ilahi di tanah madinah suci itu.

Menjadikan kehidupan dan keberagamaan adalah satu adanya. Karena agama tidak bisa dibatasi oleh ibadah-ibadah ritual belaka, namun agama mencakup seluruh aspek kehidupan sejak manusia dilahirkan hingga akhir kehidupannya kelak. Karena itulah berharga sekali bagi seseorang yang kemudian membangun tingkat kritisnya terhadap persoalan kesehariannya tersebut yang itu semua membentuk pola hidupnya, membentuk pula pola keberaga-maannya.

Karena itu menjadi hal yang lumrah jika seseorang yang memiliki tingkat kritis tertentu kemudian mencoba mencari makna dalam setiap kesehariannya yang dia jalankan baik itu menyangkut khusus tentang ibadah-ibdah ritual yang biasa dia lakukan atau lebih luas lagi menyangkut pemaknaan hidup yang dia anggap jauh lebih mendasar baginya.

Upaya memaknai hidup atau memaknai ibadah keseharian tentu bukan perkara yang sederhana, karena semakin kritis seseorang maka akan semakin banyak pula pertanyaan yang sering terajukan dalam benak pikirannya. Semakin banyak pertanyaan maka semakin berat pula upaya orang tersebut dalam menemukan maknanya.

Dan bersyukur seseorang yang kemudian dapat berinteraksi dengan orang yang dianggap lebih paham tentang makna hidup dan makna keber-agamaan, namun bagi sebagian lain yang tidak ada kesempatan untuk bertanya, tentu logika berpikirnya akanterpacu untuk juga turut mencari makna demi makna, menemukan pengetahuan demi pengetahuan baik lewat buku, lewat media maya seperti internet dan lainnya, hingga pertanyaan demi pertanyaan itu akhirnya terungkap jawabannya.

Namun persoalan kemudian yang akan timbul adalah, seberapa jauh kebenaran dari semua pengetahuan yang dia peroleh? Apakah sesuatu yang benar menurut logikanya juga benar adanya menurut Sang Pencipta Kebenaran? Apakah ukuran kebenaran juga bergantung dari bagaimana masyarakat saat itu menilai sebuah hal itu benar dan lainnya salah? Tentu saja menemukan sebuah kesadaran baru bahwa sang penentu kebenaran adalah Dia Ta’ala semata itu bukan perkara mudah, sebagaimana tidak mudahnya membangun kesadaran bahwa logika pikiran jasadiah manusia seringkali menjebak dirinya yang seolah itu sebuah kebenaran akan tetapi kebenaran yang disepakati oleh syahwatnya atau hawa nafsunya.

Karena itu betapa Allah kemudian membuat sebuah mekanisme yang brilian bagaimana caranya agar langkah hidup manusia tidak terbiaskan dalam penemuan pengetahuan yang benar itu dengan menggunakan alat ukur pengetahuan yang khusus pula. Tidak sekedar mengandalkan akal pikiran belaka yang rentan dengan banyak pendapat tapi cenderung membingungkan, tapi dengan melibatkan perangkat super canggih yang telah Allah anugerahkan yaitu apa lagi kalau bukan perangkat hati!

Hanya dengan hati lah, maka seluruh keragaman pengetahuan yang dia peroleh akan mengalami semacam penyeleksian secara super ketat, semua akan diukur dan disaring dengan cermat, karena hati adalah perangkat alam malakut yang kemampuan menemukan kebenarannya jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan perangkat komputer secanggih apa pun.

Hati tidak sekedar menyerap dan menyaring pengetahuan yang benar tapi juga hati memiliki kemampuan hebat mengungkap hikmah, atau pengetahuan batin dibalik kehebatan pengetahuan lahiriyah. Tentang mekanismenya mari kita berguru kepada Syaikh sufi besar Hakim at-Turmudzi tentang persoalan ini:

”Di atas golongan orang-orang yang sekedar memperdalam pengetahuan agama, ada golongan lain yang derajatnya lebih tinggi, yaitu orang yang menyeru kepada Allah dan mensucikan-Nya.
Mereka memahami segala sesuatu dengan hati, sehingga sanggup menangkap makna-makna di balik bentuknya. Mereka tahu bahwa yang dicari bukanlah bentuk luar, melainkan makna batin yang lebih dalam di balik bentuk luar.

Makna-makna itu hanya bisa ditangkap dengan hati. Ketika mereka sanggup menyelami makna-makna terdalam segala sesuatu, maka mereka ikut terlibat dalam makna-makna itu. Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, ”Setiap ayat mempunyai ( bentuk) lahir dan (makna) batin. Setiap huruf mempunyai batas akhir dan awal permulaan.” (HR Ibnu Hambali, Malik, Nasai dan al-Turmudzi)

Ketika mereka sanggup menyelami makna batin lewat pengamatan hati dan ikut terlibat di dalamnya, maka pengamatan dan keterlibatan itu disebut bashirah, yaitu bashirah an-nafs (pengamatan jiwa). Pengamatan langsung dan keterlibatan itu hanya bisa terjadi jika tabir penghalang, yaitu hawa nafsu telah terangkat.
Ketika jiwa telah melepaskan diri dari belenggu hawa nafsu, bayang-bayangnya masih saja menghantuinya. Namun jika mereka sanggup menyelami makna batin lewat pengamatan hati dan ikut terlibat di dalamnya, semua tabir penghalang itu akan musnah, baik tabir yang tipis maupun yang tebal. Dan ketika mereka telah khusyuk dengan Allah, hati mereka melambung ke alam malakut dan hikmah tertinggi dibukakan bagi mereka.

Ada dua jenis ilmu, seperti ada dua jenis hikmah. Masing-masing jenis mempunyai banyak macam. Sebagaimana ada banyak macam ilmu, hikmah pun banyak macamnya. Nabi Saw bersabda, ”Setiap ayat mempunyai (bentuk) lahir dan (makna) batin.” Pengetahuan tentang lahir ayat dinamai ilmu, sedangkan pengetahuan tentang batin ayat disebut hikmah.

Allah Swt berfirman,
…. ”Dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah.” (QS 3: 164) dan (QS 62:2).

Al-Kitab dalam ayat itu adalah makna lahir Alquran, sedangkan al-Hikmah adalah makna batinnya, yaitu yang biasa disebut hikmahnya hikmah (hikmah al-hikmah) atau hikmah tertinggi (hikmah al-ulya). Ketika Allah memberi mereka hikmah tertinggi, mereka dapat melihat langsung apa yang ada di alam malakut dengan pandangan hati mereka. Penglihatan hati secara langsung itu kemudian menjadi bashirah (hujjah yang nyata) bagi jiwa. Itulah yang dimaksud oleh ayat,

”Katakanlah: Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kalian kepada jalan Allah dengan hujjah yang nyata.” ( QS 12: 108 )

Bashirah hanya dimiliki oleh para pengikut Muhammad Saw, yakni orang yang berjalan dengan hati mereka menuju Allah, seraya mengikuti jalan Nabi Saw. Merekalah para pengikut sejatinya. Mereka adalah para khalifah di bumi yang telah dipilih oleh Allah untuk berjalan menuju-Nya, setelah meninggalkan hawa nafsu mereka, dan terus berjuang mengalahkan bayang-bayang hawa nafsu. Allah Swt berfirman,

”Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kalian sebagai khalifah di bumi?” (QS 27:62)

Maksud kata as-suu`i dalam ayat itu adalah tabir penghalang seperti yang telah kami jelaskan, yang akan tersingkap jika mereka sanggup menyelami makna batin sesuatu (ilmu) lewat pengamatan hati, dan mereka ikut terlibat di dalamnya. Sedangkan maksud kata khulafaa al-ardh adalah para khalifah Rasul, yaitu orang yang mengikuti dan mengamalkan sunnahnya, serta para wali, yaitu orang yang mendapatkan petunjuk Allah karena mereka kembali ke jalan-Nya.

Demikanlah Allah telah memberikan sebuah anugerah tak terhingga dahsyatnya, tak terelakan fungsi utamanya, demi memenuhi sebuah kerinduan Allah, tatkal kebenaran terungkap, tatkala ke-Maha Segala-an Dia Ta’ala dan khazanah Ilahi lainnya pun terjabarkan, tersingkapkan, tersaksikan, dimana manusia-manusia pilihan Allah yang layak mendapatkan kecintaan-Nya, mereka semua berjuang agar dapat mempersaksikan semua khazanah itu. Ke hadapan alam semesta ini. Ke hadapan para manusia lain khususnya sehingga tatkala orang lai pun akhirnya mengenal Allah, akhirnya hal itu yang membuat alam semesta ini pun tunduk seluruhnya pada kententuan Allah dan segala kehendak Dia lainnya. Semua itu di awali dengan sebuah kemuliaan apa yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Kemuliaan hati apabila manusia itu sendiri memanfaatkannya, dan menggali seluruh potensi dahsyatnya.

Berikut ini sebuah hadis Qudsi Rasullullah mengajak kita untuk merenung menggali diri dan merenungi apa yang seharusnya kita lakukan:

Rasulullah bersabda, Allah Azza wa Jalla berfirman,
”Wahai Manusia! Telah datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu dan obat bagi hati. Lalu mengapa engkau tidak sudi berbuat baik kecuali pada orang yang berbuat baik kepadamu, tidak mau menyambung tali silaturahim kecuali kepada orang yang mengunjungimu, tidak mau bercakap-cakap kecuali kepada orang yang mau bicara padamu, tidak mau memberi makan selain pada orang yang memberi makan kepadamu dan tidak mau menghormati selain kepada orang yang menghormatimu?

Tada keutamaan bagi seseorang yang merasa lebih utama daripada orang lain.

Seorang Mukmin adalah orang yang beriman pada Allah dan Rasul-Nya, yang tetap berbuat baik terhadap orang yang melakukan keburukan kepadanya, menyambung tali silaturahim pada orang yang memutus ikatan tali silaturahim, mengampuni orang yang berbuat salah kepadanya, memenuhi janji pada orang yang mengkhianatinya, tetap mau berbicara dengan orang yang tidak mau akur pada dirinya, tetap menghormati orang yang merendahkannya.

Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui pada semua perbuatanmu…”
Wahai saudaraku tercinta, yakinilah bahwa hanya dengan kebersihan hati dan kemurniannya lah, maka semua pintu keberkahan, pintu perlindungan, pintu keterbukaan jalan, dan pintu bimbingan akan terbuka lebar. Ketahuilah dan sadarilah bahwa segala jenis ketertutupan, penderitaan hidup, ketidak nyamanan dalam menghadapi setiap ujian seluruhnya bersumber dari ketertutupan dan ketidak murnian hati itu sendiri. Tatkala hati bersih dan bercahaya oleh iman, maka sang hati inilah yang akan menuntun setiap manusia untuk bersikap sesuai dengan apa yang Allah kehendaki, yaitu sabar atas segala ujian dan kesulitan yang menimpanya dan senantiasa bersyukur atas setiap anugerah dan kenikmatan yang dia rasakan.

Seluruh sikap hati yang baik, seperti syukur, ridla, tawakkal, sabar, kejujuran, kelapangan dada dan kebaikan lainnya tentu bersumber dari kemurnian hati dan pancaran cahaya keimanannya, sedangkan apabila hati gelap, terdinding oleh hijab dosa, maka yang terjadi adalah terpancarnya seluruh sifat-sifat buruk, seperti keangkuhan, keluh kesah, kebanggaan diri, kedengkian dan lainnya. []

Rabbi, terangi hati ini, terangi nurani ini, terangi akal pikiran lemah hamba ini….

6 Comments »

  1. madzz said,

    salam kenal……tukeran link yukkkkkkk

    • kuswandani yahdin said,

      salam kenal juga.. monggo

  2. Anonymous said,

    didalam tafsir kerap di bracketkan muhammad, sedangkan tidak ketara didalam ayat. apakah yang memungkinkan penggunaan nama itu, bukankah itu seperti penambahan dan penambahan itu melampaui amaran allah. jika untuk mendekatkan faham, mengapa muhammad saja yang di gunakan

  3. kuswandani yahdin said,

    penambahan kata Muhammad memang untuk memudahkan pemahaman, tapi sebenarnya bisa dimaknai lebih luas lagi… panggilan buat kita semua para umat Muhammad Saw.

  4. asw.
    kang saya mau nanya,hati kan tempatnya ladang ilmu.
    gimana caranya kita bisa maksimalin kegunaan hati ini?
    soalnya kalau hanya belajar pakai akal pikiran terkadang saya lupa apa sudah dipelajari.kalau pun mau ingat butuh waktu buat belajar ulang.
    makasih

  5. usah arya said,

    sukran ktsira…


Leave a comment